Minggu, 31 Januari 2016

Review Supra X 125 Helm In PGM-FI

Review ini sebenarnya sudah sangat terlambat untuk motor lansiran tahun 2011. Sudah 5 tahun beredar dan sudah mendekati akhir hayatnya. Tapi berhubung ane belinya tahun 2014 dan baru dipakai sejauh 7000-an km maka ane mencoba memberikan pendapat ane dari sisi yang berbeda.

Honda Supra X 125 Helm in Mejeng di Depan Rumah

Motor gak Laku

Motor ini adalah salah satu motor Honda yang kurang laku di pasaran. Selain kalah sama motor matic, motor ini juga kalah populer dengan Honda New Supra X125 atau bisa disebut juga Supra Alien, pendahulunya. Bahkan kalah populer dengan Honda Blade dan Honda Revo. Salah satu alasan orang tidak mau membelinya adalah bodynya yang gendut sehingga kurang enak dilihat atau mungkin terkesan berat. Motor juga seperti wanita, lebih enak dilihat yang langsing. Hehehehe.
Tetapi dibalik tubuhnya yang obesitas itu, tersembunyi keunggulan yang menjadi alasan ane membeli motor ini yaitu bagasi dan tangki yang besar. 
Ane membeli motor ini untuk menggantikan motor ane yang sudah manula, yaitu Kawasaki ZX 130 tahun 2006. Karena ane termasuk penggemar ZX 130 maka ane mencoba mencari motor yang mirip dengan ZX 130. Waktu itu belum kepikiran untuk beli matic, karena kriteria ane motornya harus multi fungsi, bisa dibawa turing dan dipake kerja, irit dan perawatannya murah. Matic tidak memenuhi syarat karena matic lebih boros dan perawatannya lebih mahal.
Pilihan jatuh kepada bebek dengan dua kandidat: Honda Supra Helm In dan Yamaha Jupiter Z1. 
Kelebihan Supra X125 Helm In PGMFI:
1. Bagasi besar
2. Tangki besar
3. Body lebih besar, ini penting karena postur ane beruang size.
4. Rem disk belakang
5. Torsi lebih besar (10.6 Nm), perlu buat naik gunung

Kelebihan Yamaha Jupiter Z1 115
1. Lebih Murah 1.5 Juta
2. Tenaga lebih besar

Keduanya terhitung sama-sama irit dengan teknologi injeksi canggih. Secara kebetulan keduanya sama-sama motor gak laku. Akhirnya dengan pertimbangan di atas ane memutuskan membeli Honda Supra X Helm In. Bagasi dan tangkinya merupakan nilai plus yang tak tergantikan. Bagasi gede memungkinkan ane turing seminggu tanpa membawa box. Motor bebek pake box kok kayaknya gimana gitu.
Sebagai catatan, meskipun dikatakan Helm In, tidak semua helm bisa masuk bagasinya. Tapi menurut ane gak penting, karena helm ane standar aja, jadi ga perlu lah di taruh di bagasi. Bagasi untuk nyimpen muatan turing aja.

Untuk spesifikasi lengkapnya bisa lihat di link di bawah ini.
Spesikasi Honda Supra X 125 Helm In PGMFI

Meter Cluster Honda Supra X125 Helm In, Mewah

Proses Pembelian

Setelah pilah-pilih dealer, akhirnya diputuskan untuk mengambil di dealer besar di Jalan Dewi Sartika, Jakarta Timur, karena setelah dihitung jumlah uang yang di bayar adalah yang paling murah.
Proses pembelian berlangsung cepat, hanya saja motornya lama datangnya, lebih dari dua minggu. Bahkan STNK lebih lama lagi satu bulanan. Di dealer pinggir jalan motor rata-rata datang 1 atau 2 hari setelah pemberian DP. Tapi ame ga keberatan karena emang ga perlu cepet-cepet juga, soale motor lama ane masih bisa dipake.
Ane dapetnya warna Titan Brown, tapi lebih cenderung ke coklat kehitaman. kalau dari jauh seperti hitam. Sebenarnya pengennya hitam, tapi waktu tunggunya bisa lebih lama lagi.
Harganya waktu itu OTR Rp. 16.800.000, ini adalah bebek standar paling mahal waktu itu, lebih mahal dari Jupiter MX. Bahkan harganya mendekati Honda Verza tipe SW, motor sport murah yang baru launching saat itu yaitu Rp. 17.XXX.XXXX. Ane lupa persisnya.

Motor Baru Sampai ke Rumah

Super Irit

Setelah nomor plat keluar motor ane pake wara-wiri jarak dekat. Trus ane bawa ke Ciwidey dan ke Tangkuban Perahu, Bandung buat ngejar kilometer service pertama yaitu 500km. Konsumsi bensinnya 1:65 km/liter dengan kecepatan maksimum 80km/jam, Cukup fenomenal karena motor masih baru. namun ketika ane bawa keduakalinya turing ke Jogja, konsumsi bensin hanya 1:47.9km/liter. Mungkin hal ini disebaban ane menggeber motor dengan kecepatan 90-105km/jam. 
Katanya kalau makenya alon-alon motor ini bisa mencapai 1:70 - 1:80 km/liter. No Hoax. 
Tapi kan ga semua orang bisa menikmati bawa motor alon-alon, seperti ane. Angka 1:60 bagi ane sudah cukuplah. Kalau mau lebih irit lagi, jalan kaki sanah.

Perfect Commuter

Yang ane maksud dengan perfect komuter adalah, bahwa motor ini sangat cocok dipake untuk komuter, ke kantor/pasar/sekolah, kecuali dibandingkan dengan matik tentunya. Ane tidak menemukan kekurangan apapun kalo cuma make motor dalam kota. Mau macet bisa, lancar juga bisa. Jok lebar nyaman, perseneling empuk, irit, shockbreaker empuk, rem pakem, perawatan murah, minim perawatan. Apalagi ya? Pokoke joss dah.

Bisa Untuk Turing Juga

Seperti yang ane kemukakan bahwa motor ini memenuhi kriteria motor turing dan komuter. Motor ini juga bisa dipakai turing, tentunya dengan berbagai keterbatasannya. Untuk ukuran bebek motor ini cukup stabil karena jarak subu rodanya lebih panjang dari Supra X 125 seri sebelumnya.
Ane ke Jogja 5 hari, gak pake box cuma modal bagasi dan tas carrier 1 day backpack (tas ransel kecil). Itu juga sudah termasuk jas hujan setelan dan ban dalam cadangan yang cukup makan space di bagasi. Perginya bagasi masih ada sisa space sedikit, tapi pulangnya semuanya penuh, termasuk tas ransel karena oleh-oleh.
Sebenarnya bisa juga menaruh barang di jok belakang dengan diikat tali dan jaring helm, hanya saja menyulitkan ketika mengisi bensin. Untungnya kapasitas tangki bensin cukup besar untuk ukuran bebek yaitu 5,6 liter, cukup untuk 300km sekali isi. Kalau jarak tempuh sehari 500 km maka hanya perlu sekali mengisi bensin di jalan.
Suspensinya juga empuk untuk menempuh jalan rusak/gak rata. Ane melibas jalan tambalan dengan kencang, hanya terdengar bunyi jedek-jedek tanpa ada goncangan yang berarti. Mantap gan.
Satu-satunya kelemahannya untuk dipakai Turing adalah joknya, meskipun lebar, tapi sangat tipis. Mungkin bagian yang diduduki rider hanya berkisar 2-3cm tebalnya. hal ini dikarenakan mengejar volume bagasi yang besar. Mengendarai motor ini selama dua jam akan sukses membuat bokong anda terasa sakit. Hal ini dapat diatasi dengan beberapa cara diantaranya memasang jaring motor dan menaruh bantal tipis di bawah jaring tersebut. Atau kalau mau cespleng, modif jok atau mengganti dengan jok bintil.
Si Browny Sedang Menuju Yogyakarta

Jago Tanjakan

Supra X125 dari berbagai seri terkenal loyo di tanjakan. Ane udah baca-baca banyak keluhan pengguna sebelum ane memutuskan beli. tapi ane gak percaya, masak torsi di atas 10NM gak bisa nanjak, ga mungkinlah. Paling juga jokinya belum tau selahnya atau motornya ga fit. Dugaan ini sangat tepat, karena setelah ane bawa naik gunung, ini motor enak buat nanjak. Kalo gas dibetot, motor langsung ngacir naik tanjakan. Dengan catatan tanpa boncengan atau bebarn berat lainnya. Tercatat, ane cuma sekali oper gigi ke gigi satu waktu nanjak di Tangkuban Perahu setelah gerbang masuk. Itu juga mungkin karena jam 7 pagi dan abis ujan sehingga hawa sangat dingin.
Saran ane supaya motor kuat nanjak:
1. Pakailah gigi sesuai dengan kecepatannya supaya kopling awet. Contoh: jangan pake gigi 4 untuk kecepatan 20km/jam
2. Jika motor lama tidak dipakai, panaskanlah minimal 2 kali seminggu supaya semua bagian mesin terlumasi, termasuk kopling.
3. Jangan ragu untuk menarik gas ketika menanjak. Biarkan motor meraung sebelum mengoper gigi, karena tenaganya akan keluar di putaran mesin tinggi. Motor tidak akan rusak karena sudah ada limiter mesin yang membatasi putaran mesin hanya sampai 9000RPM, jadinya aman.

Mesin Berisik / Overheat

Ini memang aneh, mesin sangat mudah berisik ketika motor dipakai di atas 30 menit. Memang waktu dipanaskan suara mesin halus. Ane coba keluhkan hal ini ke mekanik waktu service pertama, dan jawabannya sodara-sodara ......
"Mas itu bukan suara mesin, tapi suara injeksinya, mesinnya mah halus." Setelah ane perhatiin ternyata betul juga, suara berisik itu ada dari atas mesin, kalau mesin itu sendiri terdengar halus. Oalaaah. Lalu diterangkan juga kalau suara berisik itu adalah wajar.
Rupanya Honda belum mampu menciptakan injeksi yang senyap. Ya udah ane terima kenyataan ini, walaupun dalam hati kesel juga.
Tapi lama-lama ane sebal juga dengan bunyi tersebut, kalau pake helm sih gak begitu kedengaran, tapi kalau helm dibuka, jadilah ane seperti menunggangi mesin jahit.
Ane coba ganti oli dengan yang lebih bagus yaitu AHM Oil SPX1 yang orange, ternyata tidak membantu juga. Olinya AHM memang sangat encer SAE 10W/30. Mau ganti oli yang lebih kental ane belum berani karena masih garansi. Setelah bertapa 3 hari 3 malam di kamar, ane mendapat wangsit bahwa kemungkinan motor ane overheat karena motor dirancang dipakai untuk jarak dekat dan karena untuk memenuhi syarat EURO 3 maka campuran dibuat sangat LEAN/miskin. Ditambah lagi busi yang dipakai adalah busi panas NGK CPR6EA-9, hal ini ditujukan supaya mesin cepat mencapai suhu kerja ujung-ujungnya bensin lebih irit. Akibatnya mesin overheat jika dipakai lama, ngebut atau macet parah. Kasus yang mirip pernah terjadi pada motor Vario 125.
Untuk membuktikan dugaan ane ini ane coba mencari busi lebih dingin satu tingkat yaitu NGK CPR7EA-9. Busi ini disaranan di buku manual untuk pemakaian kecepatan tinggi atau macet parah. Ternyata sangat sulit para pemirsa mendapatkan busi ini, karena jarang yang menggunakan busi ini. Akhirnya ane dapet disebuah dealer besar di sekitar Dewi Satika, Jakarta Timur. Sebagai info, busi ini digunakan oleh Honda PCX, jadi waktu beli jangan sebutkan tipenya tapi tanya aja busi untuk Honda PCX. Ane merasa tersanjung waktu beli businya, karena orang-orang dan penjualnya menyangka ane punya Honda PCX. Hehehe.
Pulang kerumah langsung pasang businya. Sebagai tips, mengganti busi tidak perlu membuka cover plastik apapun, busi bisa langsung diganti dari arah depan. Dan ternyata memang benar, suaranya gak gampang berisik. Memang kalau dipakai ngebut/macet lebih dari 2 jam, suara tetap berisik, tapi tidak parah.
Kalau di kota sobat sulit untuk mendapatkan busi Honda PCX, bisa juga mengganti dengan busi NGK CPR8EA-9 yang lebih dingin 2 tingkat, busi ini milik Honda Beat PGMFI/injeksi. Atau menggunakan busi Autolite 4303 yang juga 2 tingkat lebih dingin. Tentu dengan resiko busi lebih cepat kotor dan mati. Tapi mesin adem dan aman.
Salau sobat tidak perduli dengan garansi sobat bisa mengganti dengan oli lebih kental, misalnya sae 10W/40, dijamin lebih alus suaranya.

Top Speed Rendah

Hal ini sidah banyak dibahas di internet/Youtube. Menurut websitenya (sekarang sudah dihapus) kecepatan maksimumnya 113 km/jam. Tapi ane sangat susah mencapai 105km/jam. Rata-rata hanya 95km/jam. Mungkin juga karena ane beruang size dengan berat 85kg. Bisa juga karena motor waktu itu belum 3000 km, sehingga belum lancar jalannya,
Kalau dari 0-90 km/jam motor masih asyik berakselerasi,  tapi di atas itu, boyo. Lama naiknya maklumlah, namanya juga motor kota.

Goyang Dombret Waktu Ngebut

Hal ini hanya sekali terjadi di pantura waktu turing ke Yogyakarta. Kondisi bensin ful tank, dan ane menggeser duduk ane agak kebelakang supaya nyaman. Waktu ane betot gas sampai 90km/jam, stang motor bergoyang dengan keras. Berarti ban depan kehilangan traksi di aspal (kurang gigit) karena duduk ane agak kebelakang dan hempasan angin dari depan mengakibatnkan stang tertarik ke belakang. Setelah ane menggeser duduk ane lebih ke depan, gejala goyang dombret tersebut langsung berhenti.
Jadi ini tips kalau mau jalan kencang naik motor ini: geser duduk agak kedepan, menunduk atau bawa karung beras 20kg di dek depan.

Browny Setia Menunggu Tuannya di Depan Penginapan di Yogyakarta

Kesimpulan

Motor ini memang motor multi fungsi nan canggih dan kaya fitur. Bisa untuk dalam dan luar kota. Meskipun memiliki beberapa kekurangan, Tapi kekurangan-kekurangan tersebut dapat diatasi dengan mudah. Ane sangat puas menggunakan motor ini dan merekomendasikan untuk agan-agan yang mau kompromi antara motor sport dan matic.
Salam Turing.



Minggu, 24 Januari 2016

Touring Mobil Jakarta-Ciwidey-Tangkuban Perahu-Dieng

28-31 Desember 2015.

Wessss setelah membahas tentang motor baru (Honda Supra Helm In) dan motor lama ane (Kawasaki ZX 130), ini pertama kalinya ane menyajikan tulisan tentang perjalan wisata ane menggunakan mobil Toyota Avanza 1.3G. Ini bukan turing jauh pertama menggunaan mobil, sebelumnya pernah juga jalan jauh pake mobil, hanya bukan untuk jalan-jalan. Kali ini ane turing bersama saudara ane yang seluruhnya berjumlah 6 orang termasuk ane.

Turing kali ini benar-benar dadakan tanpa ada rencana sebelumnya, bahkan tujuannyapun baru ditentukan malam sebelum keberangkatan. Setelah berdiskusi dengan saudara ane maka diputuskan bahwa turing akan berlangsung 3 hari dengan rencana sebagai berikut:
28 Des: Berangkat ke Ciwidey untuk mengunjungi Kawah Putih dan Situ Patengan, setelah itu kita akan ke Tangkuban Perahu dan menginap disana..
29 Des: Berangkat pagi ke Dieng dan tiba sore/malam hari, cari penginapan
30 Des: Melihat matahari terbit di bukit Sikunir dan mengunjungi obyek wisata lainnya. Pulang dari Dieng siang dan tiba di Bekasi tengah malam.
Rencananya emang ga muluk-muluk, tapiiiii. Ah sudahlah..

Pemilihan tempat ini sebagain atas saran ane yang sudah pernah turing naik motor ke Ciwidey pada tahun 2014 lalu. Sedangkan Dieng dipilih karena saudara ane menginginkan tempat yang jauhan dikit. Ga tau kenapa begitu Mungkin mereka mau melarikan diri dari kenyataan.

Hari 1: 28 Desember 2015, Bekasi-Ciwidey

Rute hari Pertama: Bekasi Ciwidey
Ane bangun jam 04:30 pagi trus siap-siap pakaian dan peralatan ane. Berangkat naik motor jam 05:00 ke Bekasi ke tempat saudara ane, karena direncanakan berangkat dari sana menggunakan mobil saudara ane. Angin dingin dan becek bekas hujan semalam tidak menyurutkan niat ane untuk berangkat. Asyiiik ane mau naik ke negeri di atas awan.

Sesampainya di rumah sodara ane jam 06:10, wuaaahh ane langsung lemezzz, ternyata saudara-saudara, pada belum siap. Ada yang baru bangun Wkwkwkwkw. Buyar dah rencana kita berangkat jam 06:00 teng. Skip ... skip ... skip ... akhirnya kita berangkat jam 08:30. Ane duduk di setir. Perlu diketahui mobil sodara ane Avanza 1.3 buatan 2014 tapi kilometernya masih 6xxx km, jarang dipake, baunya aja masih kaya mobil baru.

Keluar perumahan isi bensin dulu Rp. 130.000. Setelah melewati jalan perumahan dan kampung yang rada macet  akhirnya kita masuk tol Cikampek, kemudian belok ke tol Padaleunyi. Ane bawa mobil standar aja 80-100km/jam, walaupun berangkatnya udah terlambat. Dari tol Padaleunyi ane exit di pintu keluar Pasir Koja ngikutin petunuk Google Maps, eh ternyata salah, harusnya exit di pintu tol Kopo. Jadinya kita lewat jalan biasa dari Pasir-Koja ke Kopo. dari perempatan Kopo kita belok kanan ke Arah Ciwidey. Secara umum jalan ke arah Ciwidey bisa dibilang mulus, ga ada yang rusak, paling ada beberapa bagian ditambal.

Bukit Kebun Teh di Ciwidey
Kebun Teh Ciwidey
Lalu lintas yang ramai dari Kopo ke Ciwidey menyebabkan perjalanan menjadi lambat. Walaupun begitu akhirnya kami tiba di gerbang Kawah Putih sekitar 14:30. Fiuhhhhh.
HTM per orang Rp. 33.000 termasuk transportasi ke kawah naik ontang-anting (sejenis angkot terbuka).
HTM per mobil Rp. 250.000 termasuk penumpangnya.
Sebagai info motor dilarang naik sampai ke kawah.

Setelah dihitung-hitung kalau bayar per orang biayanya 33x6 orang = Rp. 198.000. Akhirnya kami memilih naik mobil sendiri ke kawah. HTM Kawah Putih terakhir ane kunjungi tahun 2014 adalah Rp. 15.000. Sungguh kenaikan yang sangat fantastis sebesar 120% dalam kurun waktu kurang dari 2 tahun. Terlalu mahal menurut ane. Harga mahal ini membuat pengunjung kapok untuk mengulangi kunjungan. Coba bandingkan dengan obyek wisata lain.

Singkat cerita kita naik ke kawah, melewati jalan kecil yang hanya muat satu mobil. Di tengah jalan ketemu kabut yang membuat jarak pandang sangat pendek. Sampai di parkiran, kami foto-foto di tulisan KAWAH PUTIH. Keren. Kemudian masuk ke kawah, bau belerang tercium walaupun tidak menyengat. Suasana cukup ramai pengunjung, tidak berbeda dengan turing ane pada tahun 2014. Yang berbeda adalah turis yang datang hampir semua turis lokal, pada kunjungan ane 2014 banyak turis mancanegara.
Kawah Putih
Wokehh, setelah puas foto-foto dan liat-liat pemandangan Kawah Putih kita putuskan untuk turun dan pindah ke Situ Patengan. Jam pada waktu itu telah menunjukkkan pukul 16:00 lebih.

Situ Patengan hanya berjarak 5-10 menit dari gerbang Kawah Putih. Sebenarnya ane ragu apakah kita masih sempat mengunjungi Situ Patengan, mengingat sudah kesorean. Ah sudahlah, berhubung pada request dan sudah tanggung. Kami tiba pukul 16:30 di Situ Patengan, jam tutup jam 17:00. Oalah.

HTM Situ patengan Rp. 15.000 per orang
HTM 2014 waktu ane turing sendirian adalah Rp.  8.000.
Naiknya lumayan banyak juga hampir 100%. Lagi-lagi menurut ane HTM ini operpret.
View Situ Patengan ke Arah Pulau Cinta
Kita masuk ke Situ Patengan suasana tidak terlalu ramai, mungkin karena sudah sore. Berhubung ada yang teriak lapar, maka kita makan dulu bakso/indomie tambah teh manis panas. Selesai makan, sebagian besar toko/warung sudah pada tutup. Tapi kami tetap PD meneruskan wisata kita sampai ke tepi danau. Ada yang menawarkan perahu untuk mengunjungi, tapi ane males karena hari sudah mulai gelap. Jadilah kami foto-foto di tepi danau.

Tunggu punya tunggu sambil foto-foto, ternyata langit di seberang danau mulai merona merah. Indahnya. ane baru sadar kita juga bisa melihat sunset di Situ Patengan. Jadlah ane mengabadikan sunset di Situ Patengan. Ane saranin kalo ke sini mendingan sore jam 3-4 sambil nungguin matahari terbenam.
Sunset di Situ Patengan, Ciwidey
Usai foto-foto, kita ke parkiran buat pulang. ternyata mobil kita tinggal satu-satunya di tempat parkir. Di tempat parkir juga kita di tawarin vila oleh penjual strawberry. Berhubung sudah malam sekitar jam 19:00 kita membatalkan niat kita untuk menginap di daerah Tangkuban Perahu dan memilih menginap di Ciwidey, besok pagi kita berangkat ke Tangkuban Perahu.

Setelah tawar menawar jadilah kita dapat vila dengan harga Rp. 450.000. Vila dengan 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, ruang tamu, dapur dan TV. Ada air panas juga, walau mengoprasiannya cukup ribet karena pake gas. Berhubung vilanya di gang, Avanzanya di parkir di pinggir jalan dengan jaminan keamanan. Yang aneh adalah hawanya luar biasa dingin, lebih dingin dari Dieng. Lantai keramik dan dindingnya sangat dingin seperti es. Jadinya kami menghindar untuk menginjak lantai dengan melompat-lompat karena kita gak bawa sendal rumah. Juga kami menghindari dinding yang sangat dingin.

Seperti biasa kami lomba ngeluarin uap dari nafas kayak di pelem-pelem korea. Dasar noraaaak. Ndesooo.
Ane tidur jam 09:00 dengan gearset lengkap: Jaket, kupluk, kaus kaki, sarung tangan dan pake selimut.

Hari 2: 29 Desember 2015, Tangkuban Perahu

Rute Hari Kedua: Ciwidey-Tegal
Ane bangun jam 05:30. Bengong-bengong dulu, coba-coba browsing rute hari ini. Yang lain bangung antara jam 06-07. setelah mandi, sarapan dan packing. Kita berangkat jam 08:00. Langsung menuju Tangkuban Perahu dan rencananya trus ke Dieng.

Perjalanan ke tangkuban perahu di Utara Bandung arah Subang cukup menyebalkan karena macet. Yang paling parah adalah di Lembang karena ada tempat wisata baru yang baru saja dibuka yaitu Farm House. Kita sempat juga mampir ke Pabrik tahu susu untuk membeli 3 kotak tahu susu dan beberapa sate sosis.

Sampai di Tangkuban Perahu sekitar jam 14:00.

HTM Rp. 25.000. per orang,
HTM mobil lupa, tapi murah kok.
HTM tahun 2014 adalah Rp. 15.000

Kita masuk dan naik ke kawah. Suasanaya sangat ramai, parkiran juga padat oleh kendaraan bermotor/mobil. Waktu ane berkunjung kesini tahun 2014, ane datang jam 7 pagi gerimis dan malam sebelumnya hujan, jadi hawanya sangat dingin. Kali ini hawanya sejuk cenderung panas, karena matahari bersinar dengan teriknya.
Kawah Tangkuban Perahu
Setelah puas melihat-lihat dan foto-foto kita turun dari kawah jam 16:00 dan langsung mengambil arah ke kiri ke arah Subang. Benar kekuatiran ane, hari ini belum tentu kami sampai di Dieng. Di pinggir jalan kami mampir dulu untuk makan soto yang lumayan enak.

Selesai makan ane coba diskusiin lagi apakah masih ingin lanjut ke Dieng, mengingat hari sudah sore atau pulang ke rumah. Ternyata oh ternyata 2/3 suara mengatakan ingin lanjut ke Dieng, Yo wishlah, mengingat prinsip demokrasi, mayoritas menjadi pemenangnya. Kita lanjut ke Dieng. Mobil pun di arahkan ke utara, menuju Subang, sambil mencari pinto tol Subang ke arah Palimanan. Persis sebelum masuk tol kita isi bensin dulu Rp. 200.000 sambil ke toilet.

Ini baru pertama kali ane naik tol Cipali, walaupun ga dari ujungnya, hanya dari Subang KM 110 sampai KM 248 di Pejagan. Jalan tol ini kita bayar 3 kali, karena memang terdiri dari 3 segment
1. Cipali
2. Palimanan - Kanci
3. Kanci - Pejagan

Di Tol ini kita sempet istirahat sebentar di rest area, terus tanya-tanya arah ke Dieng sama sesama pengguna rest area. didapatlah jalan masuk dari Wiradesa belok ke kanan ke arah Kajen. Juga sepanjang jalan tol masih sepi kendaraan bermotor. Mungkin karena harganya yang mahal, jarang dijumpai truk dan bis malam. Sepanjang jalan juga sangat gelap karena tidak ada penerangan jalan.

Sumfeehh, nyetir di di tol yang panjang super boring. Ane mendingan ketemu jalan tikungan, tanjangan dan turunan daripada tol. Wuaaahhhhh.

Kondisi jalan tol sangat bagus, maklum tol baru, kecuali tol Kanci Pejagan yang pake beton, jalannya bumpy dan ga nyaman banget. Keluar tol di Pejagan kita sempet salah jalan ke arah kiri menuju Purwokerto. Kita segera putar balik ke arah Pantura. Waktu sudah menunjukkan pukul 20:00.

Sekitar jam 21:00 kita sampai di SPBU Muri untuk istirahat. Entah kenapa ane merasa ngantuk, dan ga ingin meneruskan perjalanan dalam keadaan ngantuk dan lelah sangat berbahaya. Akhirnya ane milih tidur sebentar. Niatnya cuma bentar tapi bangunnya malah jam 03:00 subuh. Ndilalah ....

Hari ke 3: 30 Desember 2015, Menuju Negeri di Atas Awan

Rute Hari Ketiga: Tegal-Deng
Setelah kebablasan tidur 6 Jam, kembali kita melanjutkan perjalanan, Lewat Brebes dan  Jembatan Comal yang terkenal itu. Ketemu pertigaan Wiradesa, dan belok ke kanan. Awal-awal jalannya lurus dan lebar, tapi semakin ke selatan, jalannya menyempit, berliku-liku dan naik-turun. Jalan juga sangat sepi dan jarang nemu kendaraan lain. Tercatat kita beberapa kali salah belok dan ga bisa nanya. nanya ke siapa, wong ora ono orange. Tapi ane sangat menikmatu rute ini, walaupun capek muter-muter setir, Lain hal dengan penumpang ane yang mulai pusing, mual, muntah dan mencret.

Akhirnya setelah sarapan bubur disebuah desa antah berantah, kita nyampe juga di Dieng jam 10:00. Whoaaaah senangnya. Gak nyangka bisa sampe ke Dieng setelah bertualang muter-muter pegunungan berjam-jam.

Hal pertama yang kita cari adalah POM bensin, karena bensin sudah tipis. Di Dieng hanya ada 1 SPBU, itupun jarang ada bensinnya. SPBUnya terlihat tidak terawat dan lebih berfungsi sebagai WC umum. Setelah tanya-tanya, ternyata di depan ada Pertamini katanya. Benar saja, kita nemu pertamini dengan harga Rp. 9000/Liter. Kita beli 10 Liter, sekedar buat muter-muter Dieng. Ada baiknya sebelum memasuki Dieng pengunjung mengisi bensin dulu full tank. Kalau masuk dari Wonosobo berarti, ngisinya di Wonosobo.

Nyari penginapan dapet harga Rp420.000 2 kamar, kamar mandi dalem ada ruang tamu dan air panas. Tidur-tiduran dulu, mandi ngopi/ngeteh dan nyemil roti. Satu hal yang ga sesuai dengan harapan ane, ternyata hawanya ga sedingin yang ane bayangkan, walaupun masih lebih dingian dari Ciwidey dan Tangkuban perahu. Katanya itu karena musim Hujan, kalau musim kemarau, bisa di bawah 0 derajat dan embun pagi berubah menjadi es.
Candi Arjuna, Dieng
Setelah leha-leha sejenak, kita lanjut jalan ke Candi Arjuna, HTM nya Rp. 10.000 tapi sekaligus dengan HTM Kawah Sikidang. candinya ga terlau besar hanya teridi dari 4 bangunan kalo ga salah, dikelilingi lapangan rumput. kayanya enak lao piknik bawa tiker dan makanan ke sini. Sayang kita gak bawa dan gak sempat juga kayaknya.

Lanjut ke Kawah Sikidang, dinamakan sikidang, karena lokasinya berpindah-pindah dari waktu ke waktu. Disini bau belerangnya sangat menyengat. Di dekat sini juga terdapat pembangkit listrik tenaga panas bumi yang bunyinysa seperti pesawat jet.
Lokasi Kawah Sikidang, Dieng
Rebus Telur Pake Joran di Kawah Sikidang, Dieng
Setelah agak sore, sekitar jam 16:00 kita lanjut ke telaga warna dan telaga Pengilon. Tempatnya sangat asri dengan banyaknya pohon-pohon pelindung. Telaganya memang sangat indah dan teridi dari beberapa warna. Tanah disekitar telaga empuk ketika diinjak, seperti tumpukan daun-daun kering yang lambat mengalami pembusukan,
Telaga Warna, Dieng
Hmm hari mulai sore sekitar jam 17:00, kita memutuskan naik ke atas bukit guna mendapatkan pemandangan telaga yang lebih indah, menurut penduduk setempat. Setelah bersusah-payah mendaki tangga dan jalan batu/tanah licin di tengah jalan hujan turun dengan derasnya selama 1 jam lebih. Akhirnya kami memutuskan untuk turun kembali ke telaga karen waktu telah menunjukkan jam 18:00 lebih. Suhu udara turun dengan cepat, sekarang ane baru merasa kedinginan karena angin malam mulai berhembus Padahal sudah pake jaket

Kembali ke penginapan, kami istirahat sebentar untuk kembali keluar makan malam, ane memilih mie ongklok sekedar mencoba. Tampilannya memang bagus, tapi menurut ane rasanya ga spesial, biasa-biasa saja. Saudara-saudara ane milih nasi dan mie goreng biasa.

Abis makan balik ke penginapan, suhunya gilaaa dinginnya. Ane udah pakek kostum lengkap masih merasa kedinginan. Sebelum tidur ane tambah satu lapis sweater lagi, total ane pake baju 4 lapis, kaus kaki, sarung tangan, kupluk dan selimut tebal.

Besok kita 4 orang rencananya mau liat sunrise di Bukit Sikunir, dua orang lagi nyerah karena denger jalurnya nanjak, plus agak pusing. Alarm di set ke jam 03:00.


Hari 4: 31 Desember 2015, Sunrise di Sikunir dan Pulang ke Jakarta

Ane bangun jam 03:00 dan segera membangunkan yang lain. Kita berangkat jam 04:30. Jalurnya gelap dan sempit, di tengah jalan kita ketemu sama rombongan turing motor yang juga mau liat sunrise. Kita juga lewat desa Sembalun, desa tertinggi di Pulau Jawa, sayang ga sempat foto-foto. Di Sembalun ternyata banyak homestay, sehingga kalau mau liat sunrise bisa lebih dekat.

Perjalanan hanya perlu waktu 10-15 menit. Sampai di parkiran Bukit Sikunir, bayar parkir dan beli tiket.
HTM Rp. 10.000 per Orang. Kita parkir di tempat parkir yang masih sepi dan beli roti dan aqua. Istirahat sebentar trus mulai hiking. Waktu hiking antara 15-20 menit dengan kecepatan standar. Medannya sendiri termasuk terjal tapi sudah ada tangga batu di beberapa bagian dan railing (pegangan tangan). Yang membuat pendakian sulit adalah basahnya lokasi karena hujan semalam. Tercatat ane terpeleset sekali pada waktu turun, untung tidak apa-apa.

Sampai di lokasi kami memilih tempat yang paling umum, tempatnya cukup luas dan berundak-undak seperti theater, walaupun undakannya dari tanah dan tidak ada tempat duduk. Penonton duduk di batu-batu dan akar pohon.

Cukup lama kami menanti sang surya sekitar 1,5 jam, dan makin lama tempatnya makin penuh sesak, sehingga pada akhirnya suasanya seperti pasar waktu lebaran. Padat. Mungin karena banyak orang datang dalam rangka liburan akhir tahun/tahun baru.

Setelah melihat sunrise disini, ane ga merasa rugi nyupir seharian dan bangun jam 3 pagi. Mantaff bengets.
Sunrise di bukit Sikunir, Dieng
Suasana di Bukit Sikunir, Dieng
Turun dari bukit ada pemandangan indah tersaji waktu turun, yati telaga Cebongan. Tadi waktu berangkat tak terlihat karena gelap pisan. Disetbut telaga Cebongan karena alau dilihat dari atas seperti cebong. Di sekitar telaga ada camping ground. Ane liat ada beberapa tenda berdiri dan WC umum. Untuk yang budget terbatas bisa memanfaatkan fasilitas ini.

Balik ke penginapan siap-siap/beres-beres keluar penginapan trus beli oleh-oleh. jam 10:00 pas kita jalan pulang Jakarta. Kali ini kita milih jalur yang manusiawi yaitu lewat Wonosobo. Wkwkwkwk. Dari Wonosobo kita terus ke Banjarnegara dan Purwokerto. Di Ajibarang kami belok anan dan di Prupuk kami belok kekiri, mengambil jalan potong langsung ke pintu tol Pejagan.Sepanjang jalan tol ane ngebut dengan kecepatan 120Km/jam, ngejar tahun baru di rumah.

Rute Pulang Dieng-Jakarta
Kami keluar tol di Bekasi jam 21:00, tapi karena jalanan sangat ramai menyambut tahun baru, kami sampai di rumah jam 23:00.1 jam menjelang tahun baru.

Sampai di Rumah sodara ane, ane langsung tepar tidur sampai jam 01:00 1 january 2016. Bangun tidur langsung jalan ke rumah ane. Selamat Tahun baru

Review Toyota Avanza 1.3G

Mobil ini cukup mumpuni untuk dalam kota dan luar kota, tapi kalau untuk tanjakan curam dengan beban penuh kurang direkomendasikan karena tenaganya pas-pasan. Berkali-kali ane harus oper gigi ke gigi 1 supaya bisa melahap tanjakan curam.
Sisi lain yang positif adalah reliabilitynya yang patut di acungi jempol. Apa mungkin karena mobil baru ya? Sementara dari sisi kenyamanam boleh dibilang pas-pasan.

Summary

Kendaraan Toyota Avanza 1.3G
Pemumpang: 6 Orang + Full Barang
Total Jarak Tempuh: : 1148 KM
Biaya Bensin: Rp. 620,000 (Campur Premium + Pertalite)
Total bensin: 90,9 Liter
Komsumsi BBM: 1 : 12.6 (Lumayan)
Biaya Tol: Rp. 600,000 (Kira-kira, lupa nyatet)
Tiket Masuk Wisata: Rp 611,000
Penginapan: Rp. 910,000
Makan + parkir + jajan ga di catet.

Total Biaya Rp. 4,800,000
Masih bisa di hemat menurut ane tapi ga bisa d bawah 4 jeti kayaknya,